trenggalek
Pengembangan e-government di Kabupaten Trenggalek layaknya
permainan yoyo yang timbul tenggelam. Tahun ini, sejumlah terobosan akan
dilakukan. Miliaran rupiah dana akan dikucurkan. Ini peluang bagi para vendor.
Siapa saja boleh ikut Tender, kata sang bupati
Fitur yang terpampang di monitor komputer, tetap saja tak berubah.
Padahal seorang wanita yang sedang mem-buka website www.trenggalekkab.go.id
sudah berkali-kali mengklik mouse-nya. Namun ya itu tadi, tetap saja
layar komputer di hadapannya tak berubah. Memang di fitur website terdapat menu
geografi, potensi unggulan, sejarah, struktur pemerintah, pertambangan,
topografi. Tapi tiap kali diklik dan proses pencarian berjalan, ha-silnya selalu
nihil.
Situasi semacam itu menurut Agus Prasmono merupakan hal yang
lumrah. Jangan kaget, website kami memang masih kosong, ujar staf Humas
Kabupaten Trenggalek, seakan menjawab kebingungan wanita itu. Masih menu-rut
Agus, website yang ada saat ini belumlah maksimal. Maklum saja, baru tahun ini
pembangunan TI bakal digalakkan. Mudah-mudah tahun depan website sudah bisa kami
isi, tukasnya.
Dengan kondisi website layaknya rumah hantu, jangan
berharap ada interaksi antara Pemkab Trenggalek dengan warganya via website.
Sejauh ini, sarana komunikasi untuk mendekatkan warga dilakukan melalui media
cetak, elektronik, atau bertatap muka secara langsung.
Ngudo roso atau
bertelanjang, mencurahkan isi hati adalah salah-satu kebiasaan masyarakat
Trenggalek untuk menyambung rasa, mengikat silaturahmi. Bila di era pemerintahan
orde baru, Menteri Penerangan Harmoko menggalakkan program sambung rasa
kelompencapir, maka Bupati Trenggalek H. Soeharto mengusung tradisi ngudo roso
tadi, sebagai salah-satu cara berkomunikasi dengan warga Trenggalek. Maka tak
heran setiap berkunjung ke pelosok pedesaan, orang nomor satu di daerah ini
selalu memanfaatkan tatap muka dan berkomunikasi. Dengan cara seperti itu, saya
ingin mengetahui kendala yang dihadapi warga, ujar bapak empat orang anak ini.
Joko Setyono Kasubag Peliputan dan Penyiaran
Bagian Humas Kab. Tenggalek
Untuk komunikasi via media cetak, Pemkab
menerbitkan Warta Trenggalek dua minggu sekali. Mereka juga menggandeng Radio
Praja Angkasa AM dan Radio Jwalita FM untuk mensosialisasikan program Pemkab.
Wujudnya, setiap malam mengudara acara pedesaan dari pukul 19.00 hingga 20.00
WIB. Kontennya berbagai topik yang diusung oleh semua dinas secara bergiliran.
Menurut Kasubag Peliputan dan Penyiaran Bagian Humas Kabupaten Trenggalek, Joko
Setyono, setiap malam respon masyarakat dalam dialog interaktif, terbilang
bagus.
Selain komunikasi yang solid, Pemkab paham bahwa pelayanan juga
perlu diperhatikan. Wujudnya, mereka akan menggalakkan pembangunan Information
and Communication Technology (ICT). Apalagi musibah banjir dan kebakaran sempat
merusak sistem yang sudah dibangun. Targetnya, peningkatan kualitas pelayanan
kepada warga. Kami akan memanfaatkan TI untuk seluruh pela-yanan. Karena di era
globalisasi seperti sekarang ini, saya sadar teknologi penting, tandas Soeharto
lagi.
Ditambahkan pria yang menamatkan studi di STT Telkom Bandung
angkatan 90 ini, Trenggalek merupakan daerah yang cukup luas dengan 14 kecamatan
dan 157 desa. Dan secara geografis dua pertiga wilayah Trenggalek merupakan
pegunungan. Makanya kehadiran teknologi penting untuk mendukung pembangunan
wilayah ini. TI saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi Trenggalek karena di
dalamnya ada e-government, e-procurement dan TI jelas bisa menghemat waktu dan
biaya, ujarnya beralasan.
Memang diakui Soeharto, wilayah yang dinahkodainya,
tergolong daerah tertinggal. Tapi, katanya, Bukan berarti kami tidak fokus dalam
implementasi TI. Ke depan, kami akan membuat data-base kependudukan digital,
teleconference, juga membayar pajak secara online. Pokoknya warga bisa mengurus
segala sesuatu dengan cepat.
Musibah Bila melongok pembangunan
e-government di Trenggalek, sebenarnya sudah dirintis sejak tiga tahun lalu,
tepatnya 2003. Ketika itu beberapa kantor dinas sudah bisa online ke kantor PDE
(Pengolahan Data Elektronik). Namun berbagai kendala membuat sejumlah rencana
pembangunan tidak berjalan mulus. Ambil contoh adanya perubahan kelembagaan
terkait siapa yang meng-handle urusan ICT, membuat implementasi
e-government sempat tersendat.
Joko Susanto Kepala PDE Kab.
Trenggalek
Menginjak 2005, mulai dibangun jaringan LAN (Local Area
Network). Tak dinyana, terjadi kebakaran hebat yang merusak kantor PDE
sehingga seluruh peralatan yang ada rusak, termasuk radio link untuk
masing-masing jaringan. Apesnya lagi, ketika musibah terjadi, belum ada
backup data. Seluruh data BKKB lenyap. itu memang kelemahan kami, tutur
Kepala PDE Kabupaten Trenggalek, Joko Susanto. Beruntung data RSUD dan Dinas
Kesehatan masih bisa diselamatkan. Sebenarnya, kata Joko, sudah ada yang
menyarankan, agar tiap bulan seluruh data di-backup dengan CD. Sayang,
saran tersebut cuma numpang lewat. Belajar dari pengalaman itu, Ke depan sudah
pasti sesuatu yang menyangkut data, akan menjadi perhatian kami. Rupanya,
aksi jago merah juga merusak Wide Area Network (WAN) yang dibangun 2003 lalu. Di
sini, WAN men-connecting-kan beberapa dinas seperti Bapeda, Bawasda,
Dinas Perikanan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Pertanian. Usai musibah kebakaran,
pengelolaan data elektronik memang masih berjalan meski hanya di lingkup
masing-masing satuan kerja. Hanya saja, tidak ada sharring antar dinas secara
langsung. Ceritanya, sharing digelar secara manual menggunakan disket atau
flashdisk. Rupanya, bencana tak berhenti di situ. Awal 2006 lalu, salah-satu
wilayah di Trenggalek mengalami banjir bandang. Lagi-lagi, sejumlah komputer
rusak akibat bencana.
Bertekad Bangkit Minimnya
prasarana dan infrastruktur TI membuat bupati menetapkan tahun ini sebagai
starting point pembangunan TI. Gawe tersebut di-backup dengan dana Rp
1,5 milyar. Dana sebesar itu, untuk ukuran Kabupaten Trenggalek sebuah angka
yang sangat besar. Makanya saya minta megaproyek ini ditenderkan, begitu
penegasan Soeharto. Rencananya, tender akan dilakukan sesuai mekanisme. Saya
sudah minta tolong Telkom untuk menyusun topografi dari network TI di
Trenggalek, ujar pria yang juga pernah bekerja di PT Telkom ini.
Sejauh
ini, Telkom tengah melakukan RKS (Rencana Kerja Semestinya) untuk menghitung
seberapa besar kesulitan pengembangan topograsi jaringan di wilayahnya. Saya
sudah jelaskan bahwa Treng-galek daerah pegunungan. Jadi harus dipikirkan
transmisinya. Apakah lewat V-Sat, telepon kabel, atau fiber optic,terang
Soeharto lagi.
Meski memiliki hubungan dengan Telkom, tidak serta merta,
Soeharto bakal merujuk Telkom sebagai rekanan. Penunjukan, ya itu tadi, tetap
melalui tender. Selain itu, yang mengerjakan TI di Kabupaten Trenggalek, adalah
perusahaan yang berkompeten di bidang TI. Kami berharap perusahaan yang
mengikuti tender akan menawarkan transmisi dengan fiber optic dengan harga
kompetitif, tutur Soeharto yang berniat membuka wawasan para camat, kepala dinas
di daerahnya akan pentingnya ICT.
Mekanisme tender yang transparan
sebenarnya bukan hal yang baru. Setidaknya, saat Pemkab hendak membuat website,
gawe ini juga ditenderkan. Hasilnya? Menurut Plt. Kepala Unit Pengelolaan Usaha
Daerah Kabupaten Trenggalek Gathot Purwanto, berkat tender, anggaran yang
mulanya disiapkan Rp 128 juta, bisa hemat menjadi menjadi Rp 47 juta. Hanya
saja, diakui Gatot, tampilan website mereka belumlah maksimal.
Saya
berharap pemenang tender nanti adalah perusahaan yang kompeten. Apalagi kami
mempunyai anggaran tidak sedikit, tuturnya lagi. Ia menambahkan, dukungan
legislatif menyetujui APBD dalam jumlah cukup besar, perlu disambut baik.
Sebagai gambaran, 6 kecamatan di Trenggalek mem-butuhkan wireless berikut
antena. Sumber:
|